KirimPertanyaan . Jawaban-jawaban baru . Mengenal Islam Tentang Website . Petunjuk Pengguna . Kategori Tema Fiqih dan Usul Fiqih Usul fikih bidah bidah Membatalkan Mengikuti . 695 15-02-2015 Menghatamkan Al Qur'an, Apakah Perlu Dirayakan ? Jawaban2: Memahami dengan benar [المصالح المرسلة] "al-masholihul mursalah". Yang mendukung bid'ah hasanah kurang paham, sehingga menggiranya adalah bid'ah. Memang keduanya hampir mirip yaitu sama-sama kelihatannya hal yang baru dalam agama. Tetapi hakikatnya al-masholihul mursalah ada dalilnya dalam syariat. Bagi yang Barangsiapamenimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari) Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan Bukhari Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Al'Allamah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah memaparkan tentang bid'ah, "Bid'ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran beliau).Jadi, apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, itulah agama. Mendapatpertanyaan tentang hal itu, Mahfud MD meminta agar tidak memprovokasi umat dengan isu Maulid Nabi bid'ah. Menurut dia, isu tersebut sudah usang dan tidak perlu untuk didiskusikan lagi. "Jangan memprovokasi dengan isu bid'ah. Itu sudah kuno dan tidak laku untuk didiskusikan," tulis Mahfud MD di akun Instagramnya, Selasa (20/11). Muhammadiyahsendiri cenderung tidak membagi bid'ah menjadi hasanah dan sayyiah. Selama suatu amalan ibadah ada landasan dalil dan dengan sistem istidlal yang bisa dipertanggungjawabkan dan dianggap kuat (rajih,) maka amalan itu bisa dilakukan. Jika pendapat itu lemah, maka tidak dapat dilakukan. Jm9L. Orang-orang yang tidak sependapat dengan amalan warga NU biasanya membidahkan amalan warga Nahdliyin dengan dalil sebagai berikut Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan agama kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. HR. Bukhari Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan menjurus ke neraka. HR. Muslim Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid’ah sesudah aku Rasulullah Saw. tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh bebas dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak citra Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid’ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. HR. Ath-Thahawi Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, “Siapa mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” HR. Bukhari Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. Ar-Ridha Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, “Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?” Beliau menjawab, “Mengada-adakan amalan bid’ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya.” HR. Daruquthin dari Anas. Setelah kita membaca hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi. Telah kami terangkan bahwa kami umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat menolak bid’ah dhalalah, persis dengan hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku menciptakan ibadah baru yang bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, contohnya pelaksanaan Doa Bersama Muslim non Muslim, karena perilaku itu bertentangan dengan Alquran, falaa taq’uduu ma’ahum hatta yakhudhuu fi hadiitsin ghairih janganlah kalian duduk dengan mereka -non muslim dalam ritualnya- hingga mereka membicarakan pembahasan lain -yang bukan ritual. Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Jadi jelaslah, perilaku “Doa Bersama Muslim non Muslim” ini ini jelas-jelas bid’ah dhalalah, tidak ada tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bid’ah hasanah semisal ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena tidak bertentangan dengan syariat Islam, Bahkan ada perintahnya baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu, adalah dimulai dengan Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim, tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur idza marartum bi riyaadhil jannah farta’uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud dzikr Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya, apa itu riyadhul jannah taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab majlis dzikir. Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca Alfatihah ini perintah syariat ? Baca surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ? Baca Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara minal quran bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran. Baca subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah muhammadur rasulullah. Doa penutup. Lantas tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya. Tentunya dalam masalah ini sangat bervariatif sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat Akhi/keluarga Akhi melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang disesuaikan dengan kemampuan tuan rumah. Nah, jika amalan2 ini dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah yang dinamakan tahlilan, sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model Indonesia ini, namun setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti ajaran Nabi saw. maka yang demikian inilah yang dinamakan dengan BID’AH HASANAH. Siapa kira-kira yang memulai Bid’ah Hasanah ini? Tiada lain adalah Khalifah ke dua, Sahabat Umar bin Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi mengajarkan shalat sunnah Tarawih 20 rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw. melaksanakannya di masjid dengan sendirian, setelah beberapa kali beliau lakukan, lantas ada yang ikut jadi makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat di masjid, selebihnya dilakukan di rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun mengikuti perilaku ini, hingga pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau berinisiatif mengumpulkan semua masyarakat untuk shalat Tarawih dengan berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh di dalam masjid Nabawi, seraya berkata Ni’matil bid’atu haadzihi sebaik-baik bid’ah adalah ini = pelaksanaan tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam masjid sebulan penuh. Bid’ahnya sahabat Umar ini terus berjalan hingga saat ini, malahan yang melestarikan adalah tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita lihat sampai saat ini bahwa di Masjidil Haram tarawih berjama’ah 20 rokaat sebulan penuh, sekaligus dengan mengkhatamkan Qur’an. Hal ini sama lestarinya dengan bid’ahnya para Wali songo yang mengajarkan tahlilan di masyarakat Muslim Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut shalat tarawih di masjid-masjid di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan para pengikutnya umat Islam Indonesia, adalah pelaku BID’AH HASANAH, yang dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut Man sanna fil Islami sunnatan hasanatan, fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an yangkusha min ujurihim syaik Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan hasanatan perbuatan baru yang baik di dalam Islam yang tidak bertentangan dengan syariat, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari orang yang mengamalkan ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya sedikit pun. Jadi sangat jelas baik sahabat Umar maupun para Wali songo telah mengumpulkan pundi-pundi pahala yang sangat banyak dari kiriman pahala umat Islam yang mengamalkan ajaran Bid’ah Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu berupa Bid’ahnya Tarawih Berjamaah maupun Bid’ahnya Tahlilan dan amalan baik umat Islam yang lainnya. CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH Setelah baginda Nabi saw. wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut, Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at. Pembukuan hadits beserta pemberian derajat hadits shohih, hasan, dlo’if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar abad ke 10 H. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya. Pendirian Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem klasikal. dan masih banyak contoh-contoh lain. Dikutip dari ebook “DALIL AMALAN WARGA NAHDLIYIN NU’ yang ditulis oleh Imam Nawawi, Edit Hukum Bid'ah Pertanyaan Pak Kyai, saya ingin bertanya tentang sesuatu hal. Sebelumnya mohon maaf, karena saya begitu awam masalah agama, dan hal itulah yang membuat saya semakin merasa bingung. Sebenarnya hukum bid'ah itu apa? Karena teman saya pernah menyatakan bahwa bid'ah itu gak boleh. Katanya, "Kita gak akan mendapatkan pahala tanpa berpedoman Al quran dan hadits." Mohon penjelasannya agar saya bertambah mantap dengan yang saya pegang. Sejak kecil saya hanya mengikuti nasihat yang dijelaskan oleh ustadz saya. Selain keyakinan itu saya merasa kurang yakin dan mantap. Jawaban Kami rangkumkan tulisan dari Habib Mundzir al Musawa Majelis Rasulullah Jakarta dan KH. Baidlowi Muslich Pengasuh Pesantren Miftahul Huda, Gading, Malang tentang bid'ah agar anda mendapat penjelasan yang paripurna tentang bid'ah. IndeksPengertian Bid'ah Nabi saw memperbolehkan berbuat bid'ah hasanah Siapakah yang pertama memulai Bid'ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw? Bid'ah Dhalalah Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid'ah Pengertian Bid'ah Menurut Imam Syafii yang didukung oleh ulama lainnya menyatakan bahwa "Sesuatu yang diadakan baru dan bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah rasul, ijma' para ulama, atau atsar para shahabat, maka itulah bid'ah dholalah dan ini dilarang. Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran, sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu adalah terpuji. Dr. Muhammad Ibn Alwy al Maliki, Dzikriyat wa nasabat, 109. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid'ah hasanah Nabi saw memperbolehkan kita melakukan bid'ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah. Sebagaimana sabda beliau saw "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya" Shahih Muslim hadits demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi. Hadits ini menjelaskan makna Bid'ah hasanah dan Bid'ah dhalalah. Perhatikan hadits beliau saw tersebut. Bukankah beliau saw menganjurkan? Maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka lakukanlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik umat. Beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tetapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalelanya kemaksiatan. Pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Inilah makna sebenarnya dari ayat ... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا ... "Hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian" Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini. Semua hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam. Namun tentunya hal ini tidak berarti membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw. Atau bahkan menghalalkan apa-apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau saw "Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan ...". Inilah yang disebut Bid'ah Dhalalah. Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya hal yang baru berupa kebaikan, menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk Bid'ah dhalalah. Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits di atas jelas-jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid'ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi'in. Siapakah yang pertama memulai Bid'ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw? Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat Ahlul yamaamah, yang Huffadh penghafal Alqur'an dan Ahli Alqur'an di zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq ra kepada Zayd bin Tsabit ra "Sungguh Umar ra telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlul yamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlul-qur'an. Lalu ia menyarankan agar aku Abu Bakar Asshiddiq ra mengumpulkan dan menulis Al Qur'an. Aku berkata, "Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah?" Maka Umar berkata padaku, "Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan". Ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar. Engkau Zayd adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu kau tak pernah berbuat jahat, kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Al Qur'an dan tulislah Al Qur'an!" Zayd menjawab "Demi Allah, sungguh bagiku diperintah untuk memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung yang ada, tidaklah seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Al Qur'an. Bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?" Maka Abu Bakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Al Qur'an". Shahih Bukhari hadits no. 4402 dan 6768 Bila kita perhatikan konteks di atas Abu Bakar Shiddiq ra mengakui dengan ucapannya, "Sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar". Hatinya jernih menerima hal yang baru bid'ah hasanah yaitu mengumpulkan Al Qur'an, karena sebelumnya Al Qur'an tidak terkumpul dalam satu buku. Tetapi terpisah-pisah di hafalan sahabat, tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal. Penulisan Al Qur'an adalah Bid'ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya. Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan menghilangkan Bid'ah hasanah mengenai semua bid'ah adalah kesesatan, sebagai berikut. Diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan Shalat Subuh, menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang dan membuat airmata mengalir. Kami berkata "Wahai Rasulullah, seakan-akan hal ini adalah wasiat untuk perpisahan, maka berikanlah kami wasiat." Rasul saw bersabda "Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak Afrika. Sungguh di antara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak_ ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan geraham kalian kiasan untuk kesungguhan dan hati-hatilah dengan hal-hal yang baru, sungguh semua yang Bid'ah _itu adalah kesesatan". Mustadrak Alas-shahihain hadits no. 329. Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa'ur rasyidin. Sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah. Sedangkan sunnah khulafa'ur rasyidin seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Abu Bakar Shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui, menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Al Qur'an yang selesai penulisannya di masa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw. Nah, sempurnalah sudah keempat manusia utama di umat ini, khulafa'ur rasyidin melakukan bid'ah hasanah. Abu Bakar Shiddiq ra di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur'an Umar bin Khattab ra di masa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata, "Inilah sebaik-baik Bid'ah!" Shahih Bukhari hadits no. 1906 Penyelesaian penulisan Al Qur'an di masa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Al Qur'an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy. Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui penulisan Al-Qur'an hingga selesai. Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw Dua kali adzan di Shalat Jumat. Tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw. Tidak pula di masa Khalifah Abu Bakar shiddiq ra. Khalifah Umar bin khattab ra pun belum memerintahkannya. Namun baru dilakukan di masa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini. Shahih Bulkhari hadits no. 873. Siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid'ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat khulafa'ur rasyidin ini tak paham makna _Bid'ah? Bid'ah Dhalalah Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid'ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid'ah dhalalah. Bid'ah dhalalah ini banyak jenisnya seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat khulafa'ur rasyidin. Di antaranya pula adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah. Karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa'ur rasyidin, sedangkan Rasul saw telah jelas-jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf dan menasihatkan umatnya dengan, "Berpeganglah pada sunnahku dan sunnah Khulafa'ur rasyidin." Bagaimana Sunnah Rasul saw? Beliau saw membolehkan Bid'ah hasanah. Bagaimana sunnah Khulafa'ur rasyidin? Mereka melakukan Bid'ah hasanah. Maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bid'ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw. Bila kita menafikan meniadakan adanya Bid'ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid'ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut Al-Quran dan Hadits tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing. Melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu'anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat. Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dan sebagainya ini pun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya. Tak pula Khulafa'ur rasyidin memerintahkan menulisnya. Namun para tabi'in mulai menulis hadits Rasul saw. Begitu pula ilmu musthalahul-hadits, nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits. Ini semua adalah perbuatan Bid'ah namun Bid'ah Hasanah. Demikian pula ucapan Radhiyallahu 'anhu atas sahabat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat. Walaupun itu disebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah. Tak ada ayat Qur'an atau hadits Rasul saw yang memerintahkan kita untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya. Namun karena kecintaan para tabi'in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid'ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas. Lalu muncul pula kini Al-Quran yang dikasetkan, di-CD-kan, program Al-Quran di ponsel, Al-Quran yang diterjemahkan. Ini semua adalah Bid'ah hasanah. Bid'ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid'ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya. Sekarang kalau kita menarik mundur ke belakang sejarah Islam. Bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam? Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu versi Al-Quran di zaman sekarang. Karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid'ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid'ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan abadi. Jelaslah sudah sabda Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan Bid'ah hasanah, mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal-hal baru yang berupa keburukan Bid'ah dhalalah. Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua. Ingatlah ucapan amirul mukminin pertama ini. Ketahuilah ucapannya adalah Mutiara Al-qur'an, sosok agung Abu Bakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid'ah hasanah "sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar". Lalu berkata pula Zayd bin Haritsah ra "... bagaimana kalian berdua Abubakar dan Umar berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw? Maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun Abu Bakar ra meyakinkanku Zayd sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua". Maka kuhimbau saudara-saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal-hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zayd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt. Curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid'ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa'ur rasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat-erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka. Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat. Amin. Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid'ah al-Hafidh al-Muhaddits al-imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rahimahullah Imam Syafi'i Berkata Imam Syafii bahwa bid'ah terbagi dua, yaitu bid'ah mahmudah terpuji dan bid'ah madzmumah tercela. Yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela. Beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih "Inilah sebaik baik bid'ah". Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87 al-imam al-hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah Imam Qurtubi Menanggapi ucapan ini dari Imam Syafi'i di atas, maka kukatakan Imam Qurtubi berkata bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi "Seburuk-buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua Bid'ah adalah dhalalah" wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid'atin dhalaalah, yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan Alqur'an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu anhum. Sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya" Shahih Muslim hadits dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid'ah yang baik dan bid'ah yang sesat. Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87 al-muhaddits al-hafidh al-imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy rahimahullah Imam Nawawi Penjelasan mengenai hadits "Barangsiapa membuat-buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya", Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw "Semua yang baru adalah Bid'ah, dan semua yang Bid'ah adalah sesat". Sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bid'ah yang tercela". Syarh Annawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105 Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa ulama membagi bid'ah menjadi 5, yaitu bid'ah yang wajib, bid'ah yang mandub, bid'ah yang mubah, bid'ah yang makruh dan bid'ah yang haram. Bid'ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid'ah yang mandub mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan adalah membuat buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Bid'ah yang mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan. Sedangkan bid'ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum. Sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid'ah". Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155 al-Hafidh al-muhaddits al-imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthiy rahimahullah Imam Suyuti Mengenai hadits Bid'ah Dhalalah ini bermakna "Aammun makhsush", sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya, seperti firman Allah "... yang menghancurkan segala sesuatu." QS. Al-Ahqaf 25 dan kenyataannya tidak segalanya hancur. Atau pula ayat "Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya." QS. As-Sajdah 13 dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim. pen. Atau hadits "aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini" dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189. Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati-hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? Atau seorang yang disebut Imam padahal ia tak mencapai derajat hafidh atau muhaddits? Atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil-menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa-fatwa para Imam? Walillahittaufiq Pertanyaan Ke 1 Dalam al Qur'an dan semua Hadits Nabi tidak ada tersirat definisi dari masalah bid'ah dan pembagian bid'ah kepada lima itu hanya buatan Ulama saja?? Jawab Ya,memang definisi dan pengertian dari bid'ah tidak tersebut di dalam dalil Al Quran dan oleh para Ulama telah mengistimbatkan dari al Quran dan Hadits yang bertalian dengan masalah keseluruhannya,maka di buatlah definisi dari bid'ah. Sekelas Imam syafi'i terkenal dengan nama julukan"Ahlul Hadits",yaitu ahli dalam bidang masalah ilmu Hadits dan Imam Hanafi terkenal sebagai"Ahlul Rayi",yaitu ahli berpendapat mengistimbatk hukum. Kitab kitab karangan Imam syafi'i yang penuh dengan Hadits Yang shahih-shahih terutama sekali adalah kitab Al Umm yang besar. Dan sekelas Imam ibnu Hajar al Asqalani pembuat ta'rif bid'ah termasuk ahli dalam ilmu Hadits adalah pengarang kitab"Fathul Bari",yaitu syarah kitab Hadits Imam Bukhari. Imam Nawawi bukan saja ahli fiqih tetapi juga ahli ilmu Hadits dan kitabnya yang bernama "Syarah Muslim","Riyadhus Shalihin",al Adzkar dan pula Hadits arba'in membuktikan bahwa beliau juga ahli dalam ilmu Hadits. Imam 'Izzuddin bin Abdussalam wafat 660 H merupakan seorang Ulama besar juga, beliau ahli dalam ilmu tafsir dan ahli Hadits yang sudah mencapai derajat ilmunya kepada Imam mengarang kira kira sebanyak 30kitab dalam berbagai masalah Ilmu,diantaranya adalah kitab"Qawidul Ahkam fi Mashahalihil Anam" dan kitab"Majaz al Qur'an" beliaupun di berikan gelar julukan sebagai"Sultan Ulama Ulama". Baca juga; RPP 1 Lembar 2020 PKN SMA/MA kelas 10 Maka beliau beliau inilah yang membuat definisi dari bid'ah itu dan dari para beliaulah membagikan bid'ah kepada lima bagian yaitu sesudah mengistimbatkan al Qur'an dan Hadits yang bersangkutan dengan persoalan bid'ah. Pertanyaan Ke 2 Pada beberapa buku yang telah kami kutip bahwa definisi dari bid'ah adalah sesuatu yang tidak punya kalau sesuatu itu punya dalil apalagi tersebut di dalam kitab Bukhari dan Muwatha' itu bukan bid'ah lagi. Benarkah pendapat ini?? Jawab Pendapat ini sangat keliru dan tidak terarah. Yang di namakan bid'ah ialah sesuatu amalan agama yang tidak dikenal di diketahuinya pada zamannya Nabi,tetapi kemudian muncul sesudah wafatnya baginda Nabi. Jadi,mengenai sembahyang tarawih berjamaah 20 rakaat,walaupun ada dalilnya yaitu"Sunnah Khulafaur Rasyidin".juga digolongkan ke dalam bid' bid'ah hasanah bagus .Bukan bid'ah madzmumah tercela. Kami pernah mengutip di dalam kitab Hadits Imam Bukhari pada halaman 242 juz 1,dan pula di dalam kitab Muwatha' juz 1 halaman 136-137,di jelaskan perkataan Saidina Umar RdaSebaik baik bid'ah adalah ini tarawih berjamaah 20 rakaat. Karena masalah shalat terawih ini dikatakan oleh beliau setelah Saidina Umar melihat orang orang sembahyang tarawih 20 rakaat berjamaah sebulan penuh di mesjid. Di dalam kitab Imam Bukhari juga di terangkan bahwa mengumpulkan ayat-ayat al Quran untuk dijadikan satu buku merupakan bid' tidak dilakukan dikenal pada zamannya Nabi Perkara ini juga dikatakan bid'ah walaupun sudah ada dalilnya yaitu Sunnah Khulafaur Rasyidin Fathul Bari juzu' x halaman 385-390. Lokasi ariv yabarwiel "DUNIA HANYA HIASAN,AKHIRATLAH TUJUAN" By arifullah Pertanyaan Banyak pembicaraan tentang bid'ah, maka diantara kalangan masyarakat ada yang berkata bahwasanya bid'ah dibagi menjadi 2, dan diantara masyarakat ada yang tidak membagi dan menjadikan setiap bid'ah adalah suatu kesesatan, maka kami mohon penjelasan hakikat bid'ah menurut ahlussunnah dan jama'ah dengan menyebut dalil-dalil syar'i menurut madzhab yang empat, disertai juga penjelasan makna bid'ah secara bahasa dan istilah? Jawaban بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن صلوات الله البر الرحيم والملائكة المقربين على سيدنا محمد وعلى جميع إخوانه النبيين والمرسلين وعلى ءال كل وصحب كل وسائر الصالحين، أما بعد Semoga apa yang akan dipaparkan setelah ini tidak menimbulkan perselisihan antara umat islam, melainkan hanya memaparkan apa yang dipahami oleh ulama salaf mayoritas, jika anda tidak sepakat apa yang akan dipaparkan setelah ini tidak membuat kita saling bermusuhan dan caci maki, mari bekerjasama dalam suatu yang kita sepakati bersama dan berlapang dada/ menghormati atas perbedaan yang ada. Pengertian Bid'ah Secara bahasa bid'ah adalah segala sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya, dan secara syari'at bid'ah adalah sesuatu yang baru yang tidak ada dalil dari Al-Qur'an dan sunnah, sebagaimana disebutkan oleh pakar bahasa yang terkenal Al-Fuyumi didalam "Al-Mishbah Al-Muniir", dan disebutkan pula oleh Al-Hafidz Muhammad Murtadha Az-Zaidi di "Taaj Al-'Uruusy. Maka dalam "Al-Mishbah Al-Muniir" hal 138 Allah mewujudkan أبدع makhluk dan menciptakanya tanpa ada contoh, kata أبدع selain mewujudkan juga digunakan untuk suatu keadaan yang berbeda dari sebelumnya yang dikenal dengan kata bid'ah, kemudian penggunaan kata ini menjadi sering digunakan untuk suatu pengurangan atau penambahan dalam agama, tetapi kadang sebagiannya tidak makruh sehingga disebut sebagai bid'ah mubah yaitu suatu perkara yang dapat ditemukan asal hukumnya dalam syari'at atau terdapat didalamnya kemashlahatan untuk mencegah kemudharatan. Dalam kamus "Al-Wajiiz" jilid 1 hal. 45 segala sesuatu yang diwujudkan dalam agama dan lain sebagainya atau dibuat tanpa ada contoh sebelumnya. Pembagian Bid'ah Ibn Al-Araby berkata "Tidaklah bid'ah dan sesuatu yang baru itu tercela, dan sesungguhnya bid'ah atau sesuatu yang baru itu tercela ketika menyelisihi sunnah, dan sesuatu yang baru itu juga dapat menjadi tercela ketika dapat menjerumuskan kepada kesesatan". Imam An-Nawawi berkata didalam bukunya "Tahdzib Al-Asma wa Al-Lughaat 22/3, "Bid'ah dalam syari'at adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah صلى الله عليه و سلم, dan dibagi menjadi baik dan buruk, Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdul Salam di akhir buku "Al-Qowaid" berkata "Bid'ah terbagi menjadi wajib, haram, mandub, makruh, mubah. Caranya dengan menimbang dengan timbangan syari'at, apabila sesuatu yang baru itu masuk dalam katagori wajib maka menjadi wajib dan begitu juga pembagian yang lainnya. Pembagian bid'ah menjadi 2 yaitu bid'ah dholalah dan bid'ah huda, dholalah apabila menyelisihi Al-Qur'an dan sunnah dan yang huda atau hasanah adalah yang sejalan dengan Al-Qur'an dan sunnah. Pembagian ini berasal dari pemahaman hadits Bukhori dan Muslim dari 'Aisya رضي الله عنها dan beliau berkata Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda مَن أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد "Barang siapa mewujudkan sesuatu dalam perkara kami yang tidak termasuk dalam perkara yang kami sepakati maka sesuatu tersebut tertolak" Maka rasulullah memberi pemahaman kepada kita dengan kata ما ليس منه bahwasanya suatu perkara yang baru itu akan tertolak apabila bertentangan dengan syari'at dan sesatu yang baru yang sejalan dengan syari'at maka tidak tertolak. Pembagian diatas juga diperoleh dari pemahaman suatu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shohihnya dari haditsnya dari Jarir bin Abdillah Al-Bajli رضي الله عنه beliau berkata Rasulullah صلى الله عليه و سلم Bersabda من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شىء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شىء "Barang siapa yang memulai dalam islam sunnah hasanah maka akan mendapat pahala dan pahala dari yang melakukanya setelahnya dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka, dan barang siapa yang memulai dalam islam sunnah sayyi'ah maka dia akan mendapatkan dosa dan dosa dari orang yang melakukannya setelahnya dengan tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun". Dalam shohih Bukhori di kitab sholat teraweh "Ibn Syihab berkata maka ketika Rasulullah صلى الله عليه و سلم wafat dan manusia dalam suatu keadaan", Al-Hafidz ibn hajar berkata "keadaan tersebut maksudnya adalah umat islam dalam keadaan tidak berjama'ah dalam sholat teraweh". kemudian Ibn Syihab berkata selanjutnya "Begitulah keadaan umat islam dalam melaksanakan sholat teraweh sampai masa kholifah Abu Bakar رضي الله عنه dan menjadi berjama'ah bersumber dari kholifah Umar رضي الله عنه". Dalam Al-Bukhori sebagai lanjutan dari perkara diatas dari Abdurrahman bin Abd Al-Qari beliau berkata aku keluar bersama Umar bin Al-Khatab disuatu malam dibulan ramadhan ke masjid, ternyata umat islam terbagi dan berpencar-pencar melaksanakan sholat sendiri-sendiri, maka Umar berkata aku berpendapat apabila aku kumpulkan semua umat muslim dengan dipimpin satu qori' maka kiranya ini menjadi contoh yang baik, kemudian umar mengumpulkan mereka dalam jama'ah dengan diimami oleh Ubay bin Ka'b, kemudian aku keluar lagi setelahnya dengan Umar di suatu malam yang lain dan umat islam melaksanakan sholat teraweh dengan berjama'ah dan Umar berkata inilah sebaik-baiknya bid'ah. Maka apabila dikatakan bukankah Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Daud وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة "Kalian jauhilah perkara-perkara yang baru, maka sesungguhnya sesuatu yang baru itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat". Maka jawabannya adalah lafadz hadits ini menggunakan lafadz umum كل tetapi maknanya dipahamhi secara khusus, karna lafadz umum tersebut dibatasi pemahamanya atau dikhususkan dengan 2 dalil yang telah disebutkan sebelumnya, maka maksud bid'ah di hadits ini adalah segala sesuatu yang baru yang bertentangan dengan Al-Qur'an atau sunnah atau ijma' atau atsar. Apabila ditinjau secara rinci maka bid'ah dibagi menjadi 5 hukum, yaitu wajib, mandub, mubah, makruh, haram sebagaimana yang dijelaskan oleh ulama-ulama 4 madzhab Madzhab Hanafi Syeikh Ibn 'Abidin Al-Hanafi berkata "Bid'ah bisa menjadi wajib seperti membuat bukti-bukti untuk menolak kelompok sesat dan belajar nahwu yang digunakan untuk memahammi Al-Qur'an dan sunnah, menjadi mandub seperti mengadakan sekolahan dan setiap perbuatan baik yang tidak ada di generasi awal, menjadi makruh seperti menghias masjid, menjadi mubah seperti menciptakan makanan dan minuman yang enak dan membuat baju. Badruddin Al-'Aini di Syarhnya tentang shohih Al-Bukhori 126/11 beliau menjelaskan perkataan Umar bin Al-Khatab tentang sebaik-baiknya bid'ah. Apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup kebaikan dan syari'at maka menjadi bid'ah hasanah, dan apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup keburukan dalam pandangan syari'at maka menjadi bid'ah mustaqbihah. Madzhab Maliki Muhammad Az-Zarqoni Al-Maliki di dalam Syarh Muwatho' 238/1 penjelasan beliau tentang perkataan Umar bin Al-Khatab "sebaik-baiknya bid'ah" maka beliau menamakannya dengan bid'ah karena Rasulullah belum mensunnahkan berjama'ah untuk sholat teraweh dan pula tidak di masa Abu Bakar As-Shiddiq, menunjukan bahwasanya ia adalah suatu perkara baru yang tidak ada contoh sebelumnya, dan dalam pengertian syari'at adalah sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah, kemudian terbagilah bid'ah menjadi 5 hukum. Syeikh Ahmad bin Yahya Al-Wansyarisi Al-Maliki di dalam kitabnya "المعيار المعرب" berkata "para pemeluk madzhab maliki, mereka mengingkari adanya bid'ah secara umum, melainkan penentuan oleh mereka bahwa bid'ah terbagi menjadi 5 bagian", kemudian menyebutkan hukum yang lima dan contohnya masing-masing kemudian beliau berkata "maka yang benar dalam memahami bid'ah adalah apabila bid'ah disaring dengan kaidah-kaidah syari'at maka ketika ada kaidah yang sesuai maka ketemu lah hukumnya, setelah dipahami sampai sini maka tidak diragukan lagi bahwa perkataan Rasulullah setiap bid'ah itu sesat adalah ungkapan umum yang harus dibatasi keumumannya atau dikhususkan dalam memahaminya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama-ulama terdahulu. Madzhab Syafi'i Imam Syafi'i a. Imam Syafi'i berkata segala perkara yang baru ada dua contoh ada yang menyelisihi Al-Qur'an, sunnah, ijma' dan astar maka disebutlah sebagai bid'ah yang sesat, dan yang satu lagi adalah suatu hal yang baru yang termasuk dalam kebaikan dan tidak ada khilaf karna tidak bertentangan dengan islam maka disebutlah sebagai bid'ah yang tidak buruk. diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di Manaqib As-Syafi'i 469/1, dan disebutkan juga oleh Ibnu Hajar di Fath Al-Baari 267/13. b. Al-Hafidz Abu Nu'aim di dalam kitabnya Hiliyatul Auliya 9/76 dari Ibrahim bin Al-Junaid beliau berkata Harmalah bin yahya berkata" saya mendengan Muhammad bin Idris As-Syafi'i berkata bahwa bid'ah terdiri dari 2, terpuji dan tercela, jika sejalan dengan sunnah maka dia dikatakan bid'ah terpuji dan jika bertentangan dengan sunnah maka menjadi tercela dan berhujjah dengan perkataan Umar bin Al-Khatab. Abu Hamid Al-Ghozali di bukunya Ihya Ulum Ad-Diin, tentang adab makan 3/2 berkata "Jika segala yang diadakan setelah Rasulullah dikatakan bid'ah, maka tidak setiap yang bid'ah itu dilarang tetapi menjadi terlarang apabila bertentangan dengan sunnah dikarnakan ada kaitanya dengan syari'at dan terdapat 'illatnya, maka sesuatu yang baru itu bahkan bisa diperluka ketika adanya perubahan-perubahan sebab". Imam An-Nawawi didalam Syarh Shohih Muslim 154/6-155 berkata sabda Rasulullah tentang setiap bid'ah itu sesat adalah lafazd umum yang harus dipahami secara khusus, karena itu ulama membagi bid'ah menjadi 5 bagian, menjadi wajib seperti menyusun ilmu kalam untuk membantah kelompok-kelompok sesat, menjadi mandub seperti menyususn buku-buku keilmuan dan membangun sekolah, Mubah seperti memakan makanan apapun dan bermacam-macam, makruh dan haram telah jelas. Imam Nawawi juga berkata di syarh shohih Muslim 226/16-227 sabda Rasulullah tentang من سن maksudnya adalah memulai dengan sesuatu yang baik-baik, dan larangan untuk memulai dengan sesuatu yang buruk. Dengan hadits من سن menjadi hadits yang membatasi keumuman كل بدعة ضلالة sehingga lafadznya berbentuk umum tetapi harus dipahami secara khusus. Madzhab Hanbali Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Abi Al-Fath berkata dalam kitabnya "المطلع على أبواب المقنع" di bab Thalaq "bid'ah adalah amalan yang tidak ada contoh sebelumnya. Bid'ah terbagi menjadi 2, terpuji dan tercela, dan hukumnya dibagi menjadi 5 sebagaimana hukum taklif yang lima". Kesimpulan Maka dari pemaparan diatas, menjadi jelas bahwa ulama salaf mayoritas sepakat bid'ah terdiri dari 2, yaitu bid'ah mahmudah terpuji dan mazdmumah tercela, dan bid'ah memiliki 5 hukum seperti hukum taklif yang lima. Sumber Pertanyaan Saya sering mendengar ustadz bicara tentang bid’ah. Apa sih definisi bid’ah dan contoh nyatanya di masyarakat sekarang? andiga putra Jawaban Bismillah. Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-I’tisham, memberikan definisi bid’ah, sebagai berikut, طريقة فيالدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله “Jalan dalam meniti kehidupan beragama, yang jalan itu merupakan sesuatu yang dibuat-buat dan menyerupai syariat, dan dia dilaksanakan dengan tujuan memperbanyak ibadah kepada Allah.” Contoh nyata bid’ah adalah tahlilan dan peringatan kematian. Jika ditilik dari definisi di atas maka perbuatan ini termasuk bid’ah, dari beberapa sisi Tahlilan merupakan jalan dalam meniti agama. Karena itulah, acara ini dilakukan terus-menerus. Dibuat-buat; karena acara ini tidak memiliki landasan dalil. Menyerupai syariat; dalam acara ini ada aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar, saperti bacaan, urutan bacaan, dan rangkaian acara lainnya. Dilaksanakan untuk tujuan memperbanyak ibadah kepada Allah; semua orang yang mengikuti acara ini sepakat bahwa tujuannya adalah ibadah, mencari pahala. Jika memenuhi definisi di atas, berarti tahlilan dan acara kematian termasuk bid’ah. Untuk kasus bid’ah yang lain, Anda bisa menggunakan definisi dari Imam Asy-Syatibi di atas. Semoga bermanfaat. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, dari Dewan Pembina Konsultasi Syariah. Artikel 🔍 Wanita Mandi Bersama Lelaki, Dialog Agama Islam Vs Kristen, Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri, Niat Sholat Isya Sendiri, Ramalan Kematian Ciri Orang Akan Meninggal, Niat Tidur KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28

pertanyaan tentang bid ah